Saat ini pemerintah sedang giat mengampanyekan Gerakan Makan Ikan
(Germani). Memang, jika melihat pola konsumsi masyarakat yang ada saat
ini, mengonsumsi ikan belum menjadi hal rutin yang biasa dilakukan. Para
ibu di rumah pun terbiasa menyajikan hidangan daging ayam atau daging
sapi ketimbang ikan. Hal ini bisa jadi lantaran keinginan dari pihak
anak-anak.
Terlebih lagi dengan kemunculan gerai-gerai
fast food ternama yang menyajikan hidangan kategori
junk food. Diperkuat dengan iklan-iklan
fast food tersebut yang ditayangkan di televisi secara bombastis. Membuat anakanak makin berpikir
junk food adalah
lifestyle masa kini. Mengonsumsinya berarti sebuah gengsi tersendiri. Beda bukan dengan makan ikan?
Jika dilihat, konsumsi ikan nasional memang mengalami kenaikan. Dari
29,08 kg per kapita per tahun pada 2009, menjadi 30,47 kg per kapita per
tahun pada 2010. Meski demikian, angka ini masih amat jauh tertinggal
dibandingkan negara maju lain. Sebagai contoh, konsumsi ikan di Jepang
mencapai 110 kg per kapita per tahun, Korea Selatan 85 kg per kapita per
tahun, dan Malaysia 45 kg per kapita per tahun.
“Padahal, ikan
terutama ikan air laut menyimpan kandungan gizi yang sangat berguna
bagi kesehatan,” kata Presiden Asosiasi Ahli Kuliner Indonesia Henry
Alexie Bloem.
Kandungan asam omega 3 pada ikan laut sangat
berguna untuk menanggulangi sejumlah penyakit degeneratif seperti
jantung, penyumbatan pembuluh darah, kanker, dan hipertensi. Konsumsi
ikan secara kontinu juga terbukti mampu menghambat dampak buruk penyakit
jantung.
Menurut ahli gizi, mengonsumsi ikan 30 gram sehari
dapat menekan risiko kematian akibat penyakit jantung hingga 50 persen.
Adapun udang, memiliki kandungan fosfor dalam tubuhnya yang berguna
membentuk tulang dan gigi yang kuat.
Kulit udang bermanfaat
membantu pembentukan tulang rawan pada persendian tulang. Lain lagi
dengan cumicumi yang merupakan sumber aneka vitamin penting. Seperti
asam folat, B12, dan vitamin larut lemak (A,D,E, K). Sementara asam
lemak omega-3 dalam kepiting berfungsi menurunkan kadar kolesterol jahat
dalam darah sehingga mencegah penyakit kardiovaskular, meningkatkan
kekebalan tubuh, meningkatkan fungsi sistem saraf dan kesehatan mata,
serta meningkatkan kecerdasan otak bila diberikan sejak dini.
Henry menanggapi positif pencanangan program makan ikan. Menurut dia, perairan Indonesia memang kaya beragam jenis ikan.
“Kalau
seafood, orang kita memang suka. Lihat saja restoran
seafood selalu penuh. Ikan air tawar seperti bandeng dan lele juga banyak yang suka,” kata
chef di sebuah hotel berbintang di daerah Seminyak, Bali, itu.
Henry mengaku lebih senang menggunakan ikan lokal ketimbang ikan impor.
Tak heran,ia jarang mengolah ikan semacam salmon atau dori.
“Justru kita harus mengenalkan ikan-ikan di Indonesia kepada tamu asing.
Ikan-ikan itu juga enak kok dagingnya, selama kita mampu mengolahnya
dan menggunakan kreativitas memasak,” papar Henry. Sementara itu,
menurut Chef Restoran D’Bakul Sudiro, sebetulnya kebiasaan memakan ikan
sudah ada sejak dahulu.
“Orang zaman dahulu lebih banyak
mengonsumsi ikan, baik ikan air laut maupun ikan air tawar, dibandingkan
mengonsumsi daging sapi atau daging ayam,” katanya.
Itulah
sebabnya, di dalam tradisi kuliner masyarakat, resep-resep masakan atau
olahan berbahan baku ikan cukup banyak ditemukan dan sangat beragam
karena pola makan ikan sebetulnya sudah jauh berkembang di kalangan
orang tua kita sehingga budaya makan ikan bukan sesuatu yang baru.
Namun, kebiasaan ini tergerus oleh zaman dengan menjamurnya restoran
fast food. Jadi perlu diingat mengonsumsi
seafood memang lebih sehat ketimbang memilih daging ayam ataupun daging sapi.
Sumber: Harian SINDO